Hello readers welcome to my blog :)
Di episode kali ini, saya bakalan
sharing mengenai suatu gangguan kecemasan yang mungkin kalian belum tau,
namanya Obsesive Compulsive
Disorder atau gangguan obsesi kompulsi. Kalo kalian pernah ngeliat orang yang
kerjaannya ngelakuin sesuatu hal berulang-ulang dan sering cemas kalo nggak
ngelakuin hal tersebut ada kemungkinan ni dia mengidap gangguan ini.
Nah, sebelum saya jelasin apa itu OCD, gejala , terapi
dll. Sebaiknya saya jelaskan dulu tentang sistem pakar. Sehingga, akan lebih
mudah bagi kalian untuk mendiagnosa gangguan ini.
A. Sistem
pakar (expert system)
Suatu sistem
yang bertujuan untuk membuat keputusan yang lebih cepat daripada pakar. Dengan
adanya sistem pakar ini, pihak manajemen memperoleh keuntungan mendapatkan pakar tanpa pakar tersebut berada ditempat. Sistem pakar ini dapat sama atau
bahkan dapat melebihi kepakaran manusia, setidaknya dalam konsistensi. Sistem
pakar ini bisa disebarkan kepada para non pakar untuk kebutuhan pendidikan dan
pelatihan.
Menurut Kusrini (2006), pada dasarnya
sistem pakar dierapkan untuk mendukukung aktivitaspemecahan masalah. Beberapa
aktivitas pemecahan masalah yang dimaksud seperti pembuatankeputusan (decision
making), pemanduan pengetahuan (knowledge fusing), pembuatan desain (designing), perencanaan (planning), prakiraan (forescatting),
pengaturan (regulating),pengendalian (controlling), diagnosa (diagnosing),
perumusan (prescribing), penjelasan
(explaining), pemberian nasihat (advising) dan pelatihan (tutoring).
(explaining), pemberian nasihat (advising) dan pelatihan (tutoring).
B. Obsesive
Compulsive Disorder (OCD)
Definisi Obsesive
Compulsive Disorder
Obsesi
adalah pikiran, impuls, dan citra yang mengganggu dan berulang yang muncul
dengan
sendirinya serta tidak dapat dikendalikan, walaupun demikian biasanya
tidak selalu tampak
irasional bagi individu yang mengalaminya. Secara klinis,
obsesi yang paling banyak terjadi
berkaitan dengan ketakutan akan kontaminasi,
ketakutan mengekspresikan implus seksual atau
agresif, dan ketakutan
hipokondrial akan disfungsi tubuh. David (2000), mengatakan obsesi
adalah
gagasan, bayangan, dan implus yang timbul didalam pikiran secara berulang,
sangat
menganggu, dan pasien merasa tidak mampu mengehentikannya. Pikiran” yang
muncul itu
biasanya tidak dikehenaki, menimbulkan penderitaan, dan kadang
menakutkan atau
membahayakan (misalnya, dorongan untuk melompat ke depan mobil
yang sedang berjalan dll).
Kompulsi
adalah
perilaku atau tindakan mental repetitive
yang mana seseorang merasa didorong untuk melakukannya dengan tujuan untuk
mengurangi ketegangan yang disebabkan pikiran-pikiran obsesif atau untuk
mencegah terjadinya suatu bencana. David (2000), menjelaskan bahwa kompulsi
(menghitung, menyentuh, membersihkan) untuk menyingkirkan peristiwa yang tidak
diinginkan atau memuaskan pikiran obsesinya (misal, obsesi tentang kekotoran
akan menimbulkan tindakan ritual mencuci tangan). Bisa dibilang, kompulsi
adalah obsesi yang dimanifestasikan.
Jadi, Obsesive Compulsive Disorder (OCD) merupakan suatu
gangguan anxietas dimana
pikiran dipenuhi denga pemikiran yang menetap dan
tidak dapat dikendalikan dan individu dipaksa
untuk terus menerus mengulang
tindakan tertentu, menyebabkan distress yang signifikan dan
menganggu
keberfungsian sehari-hari.
Dalam reaksi obsesif, pikiran-pikiran yang
menghantui tersebut bersifat persisten (tak mau hilang), terasa irasional bagi
yang bersangkutan dan sangat mengganggu tingkah lakunya sehari-hari. Sedangkan,
dalam reaksi kompulsif, penderita merasa harus melakukan tindakan tertentu yang
baginya sendiri terasa absurd atau aneh dan yang sebenarnya ia tak mau lakukan.
Misalnya mulai dari perbuatan yang sederhana seperti mendeham, sampai perbuatan
yang cukup kompleks seperti mencuci tangan berulang kali.
Gangguan obsesif
compulsif lazim diderita oleh orang-orang yang minder dan merasa tidak
aman, yang kaku suara hatinya, yang mudah merasa bersalah, dan yang mudah
merasa terancam
Kompulsi yang
biasanya dilakukan mencangkup hal-hal berikut:
a. Mengupayakan
kebersihan dan keteraturan, kadangkala melalui upacara rumit yang memakan waktu
berjam-jam dan bahkan sepanjang hari
b. Menghindari
objek tertentu, seperti menghindari seala sesuatu yang berwarna coklat
c. Melakukan
praktik-praktik repetitive, magis dan
protektif seperti menghitung, mengucapkan angka tertentu, atau menyentuh
semacam jimat atau bagian tubuh tertentu
d. Mengecek
sebayak tjuh atau delapan kali untuk memastikan bahwa tindakan yang telah
dilakukan benar-benar telah dilakukan, contohnya lampu, pemantik kompor, atau
katup telah dimatikan, jendela telah ditutup, pintu telah dikunci
e. Melakuakan
suatu tindakan tertentu, seperti makan dengan sangat lambat
Etiologi
(penyebab)
a.
Psikoanalisis
Sigmun
Freud menjelaskan OCD disebabkan oleh dorongan instingtual, seksual atau
agresif yang tidak dapat dikendalikan karena toilet training yang terlalu keras, yang bersangkutan kemudian
terfiksasi pada tahap anal.
b. Behavioral
dan Kognitif :
Teori ini menganggap kompulsi
sebagai perilaku yang dipelajari yang dikuatkan oleh reduksi rasa takut.
Sebagai contoh, mencuci tangan secara kompulsif dipandang sebagai respon
pelarian operant yang mengurangi
kekhawatiran obsesional dan ketakutan terhadap kontaminasi oleh kotoran dan
kuman. Pemikiran lain mengenai pengecekan secara kompulsif adalah bahwa hal itu
disebabkan oleh deficit memori,
ketidakmampuan untuk mengingat suatu tindakan secara akurat.
Diagnosis
Kriteria
diagnostic ganguan obsesif-kompulsif menurut DSM IV :
a. Salah
satu dari obsesi-kompulsi:
Obsesi
:
1) Pikiran,
implus atau bayangan-bayangan yang rekuren dan persisten yang dialami, pada
suatu saat selama gangguan, sebagai intrusive
dan tidak sesuai dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas.
2) Pikiran,
implus, atau bayangan-bayangan tidak semata-semata kekhawatiran yang berlebihan
tentang masalah kehidupan yang nyata.
3) Orang
berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, implus, atau bayangan-bayangan
tersebut untuk menetralkannya dengan pikiran atau tindakan lain.
4) Orang
menyadari bahwa pikiran, implus, atau bayangan-bayangan obsesional adalah
keluar dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar seperti penyisipan
pikiran)
Kompulsi:
1) Perilaku
(misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau tindakan mental
(misalnya , berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata dalam hati) yang berulang
yang dirasakannya mendorong untuk melakukannya
sebagai respon terhadap suatu obsesi, atau menurut dengan aturan yang
harus dipenuhi secara kaku.
2) Perilaku
atau tindakan mental ditunjukan untuk mencegah atau menyrynkan penderitaan atau
mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan: tetapi perilaku atau
tindakan mental tsb tidak dihubungkan dengan cara yang realistic dengan apa
mereka anggap untuk menetralkan atau mencegah, atau jelas berlebihan.
b. Pada
suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang telah menyadari bahwa obsesi atau
kompulsi adlah berlebihan atau tidak beralasan (tidak berlaku bagi anak-anak).
c. Obsesi
atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas; menghabiskan waktu
(menghabiskan waktu lebih dari satu jam sehari) atau secara bermakna menganggu
rutinitas normal orang, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau aktivitas atau
hubungan sosial yang biasanya.
d. Jika
terdapat gangguan axis 1 lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak terbatas
padanya (misalnya, preokupasi dengan makanan jika terdapat gangguan makan;
menarik rambut jika terdapat trikotilomania; permasalahan pada penampilan jika
terdapat gangguan dismorfik tubuh; preokupasi dengan obat jika terdapat suatu
gangguan penggunaan zat; preokupasi dengan menderita suatu penyakit serius jika
terdapat hipokondriasis; preokupasi dengan dorongan atau fantasi seksual jika
terjadi parafilisa; atau perenungan bersalah jika terdapat gangguan depresif
berat)
e. Tidak
disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya, obat yag disalahgunakan,
medikasi) atau kondisi medis umum.
Terapi
a. Terapi
psikoanalisis :
Terapi yang dilakukan adalah mengurangi represi dan
memungkinkan pasien untuk menghadapi hal yang benar-benar ditakutinya.
Pasien harus belajar untuk menoleransi ketidakpastian dan kecemasan yang
dirasakan semua orang seiring mereka menghadapi kenyataan bahwa tidak ada
sesuatu yang pasti atau dapat dikendalikan secara mutlak dalam hidup ini.
Namun karena pikiran-pikiran yang mengganggu dan
perilaku kompulsif bersifat melindungi ego dari konflik yang direpres, maka hal
ini menjadi sulit untuk dijadikan target
terapi, dan terapi psikoanalisa tidak terlalu efektif untuk menangani
gangguan obsesif-kompulsif (Fausiah &Widury,
2007). Fokus akhir dalam terapi tetap berguna insight atas
berbagai simtom yang tidak disadari.
b. Pendekatan
behavioral , Exposure
and Response Prevention (ERP):
Terapi
ini (dikenal pula dengan sebutan flooding ) diciptakan oleh Victor
Meyer (1966), dimana pasien menghadapkan dirinya sendiri padasituasi yang
menimbulkan tindakan kompulsif atau (seperti memegangsepatu yang kotor) dan kemudian menahan diri agar tidak menampilkan perilaku
yang menjadi ritualnya membuatnya menghadapi stimulus yangmembangkitkan
kecemasan, sehingga memungkinkan kecemasan menjadihilang. (Fausiah & Widury, 2007).
Asumsinya adalah bahwa ritual tersebut merupakan penguatan negatif karena mengurangi kecemasan yang ditimbulkan oleh suatu stimulus arau peristiwa
dalam lingkungan. Kadang kala, metode ini dilakukan melalui imajinasi, terutama
jika tidak memungkinkan untuk melakukannya secara nyata, contohnya bila
seseorang percaya bahwa ia akan terbakar di neraka jika gagal melakukan ritual
tertentu.
c. Rational-Emotive Behavior Therapy
(REBT)
Menurut
Davison & Neale (Fausiah & Widury, 2007), terapi inidigunakan dengan pemikiran untuk membantu pasien
menghapuskan keyakinan bahwa segala sesuatu harus terjadi menurut apa
yang merekainginkan, atau bahwa hasil pekerjaan harus selalu sempurna. Terapikognitif dari Beck juga dapat digunakan untuk
menangani pasiengangguan obsesif kompulsif. Pada pendekatan ini pasien
diuji untuk menguji ketakutan mereka
bahwa hal yang buruk akan terjadi jika merekatidak menampilkan perilaku
kompulsi.
d.
Farmakoterapi
Obat-obat
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) bekerja terutama pada
terminal akson presinaptik dengan menghambat ambilan kembali serotonin.
Penghambatan ambilan kembali serotonin diakibatkan oleh ikatan obat (misalnya:
fluoxetine) pada transporter ambilan kembaliyang spesifik, sehinggga tidak ada
lagi neurotransmitter serotonin yangdapat berkaitan dengan transporter. Hal
tersebut akan menyebabkan serotonin bertahan lebih lama di celah sinaps.
Pengguanaan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) terutama
ditujukan untuk memperbaiki perilaku stereotipik , perilaku melukai diri
sendiri, resisten terhadap perubahan hal-hal rutin, dan ritual obsesif dengan
ansietas yangtinggi. Salah satu alas an utama pemilihan obat-obat penghambat
reuptakeserotonin yang selektif adalah kemampuan terapi. Efek samping yangdapat
terjadi akibat pemberian fluexetine adalah nausea, disfunfsi seksual,nyeri
kepala, dan mulut kering. Toleransi SSRI yang relative baik disebabkan oleh
karena sifat selektivitasnya. Obat SSRI tidak banyak berinteraksi
dengan reseptor neurotransmitter lainnya. Penelitian awaldengan metode
pengamatan kasus serial terhadap 8 subjek. Tindakanterapi ditujukan untuk
mengatasi gejala-gejala disruptif, dan dimulaidengan fluexetine dosis 10
mg/hari dengan pengamatan. Perbaikan palingnyata dijumpai pada gangguan obsesif
dan gejal cemas.
e. Terapi Keluarga (Family therapy)
Terapi keluarga merupakan teknik pengobatanyang sangat
penting bila pada keluarga pasien OCD ini didapatkankekacauan hubungan dalam
keluarga, kesukaran dalam perkawinan,masalah spesifikasi dalam anggota keluarga
atau peran anggota keluargayang kurang sesuai yang akan mengganggu keberhasilan
fungsi masing-masing individu dalam keluarga termasuk dalam waktu jangka
panjangakan berakibat buruk pada anak OCD.Seluruh
anggota keluarga dimasukkan ke dalam proses terapi,menggunakan semua data
anggota keluarga seperti tingkah laku individudalam keluarga. Menilai tingkah
laku setiap anggota keluarga yangmempengaruhi
tingkah laku yang baik dan membina pengaruh tingkahlaku yang positif dari
setiap individu.
f. Terapi perilaku (Behavior therapy)
Leonardo
mengatakan bahwa teknik terapi perilaku
yang khusus digunakan untuk pasien anak usia lebih tua danremaja dengan gangguan
OCD adalah latihan relaksasi dan response prevention technique. Terapi
perilaku pada penderita OCD, awalnya mengumpulkaninformasi yang lengkap
mengenai riwayat timbulnya gejala OCD, isyaratfaktor internal dan fakto
eksternal, serta faktor pencetus akan timbulnyagejala OCD. Kemudian mengawasi
tingkah laku pasien dala menghindari situasi yang menimbulkan kecemasan,
menghindari timbulnya gejalakompulsif dan tingkat kecemasan pasien saat timbul
gejala OCD harus diperiksa secara teliti.
1.
Teknik
terapi perilaku yang dianjurkan pada anak dan remaja:
a. Latihan relaksasi
Pasien
diminta untuk berpikir dan bersikap rileks dan kemudian pasien diminta
untuk memikirkan pikiran obsesi masuk dalam alamsadar. Ketika pikiran obsesi
muncul, maka terapi akan meminta pasienuntuk
menghentikan pemikiran itu, misalnya dengan cara memukulmaja, atau
menarik tali elastic yang diikatkan pada tangan. Hal inidilakukan di rumah atau di mana saja.
b. Response
prevention technique
Mula-mula
didapatkan dulu rangsangan (stimulus) atau pencetusyang menyebabkan dorongan untuk melakukan tindakan kompulsif.Jika
rangsangan kompulsif muncul maka pasien secara aktif diberanikan untuk
melawan tingkah laku kompulsif, sering denganmengalihkan perhatian pasien
sehingga tindakan kompulsif tidak mungkin
dilakukan misalnya dengan memukul meja.
c.
Penurunan
kecemasan
Tujuan
dari terapi ini untuk menghilangkan kecemasan yang menimbulkan gejala obsesif dan kompulsif.. Hal ini dilakukan
dengan desensitisasi secara sistematik yakni dengan menghadapkan anak atau
remaja pada situasi yang menakutkan(misalnya pisau, hal-hal yang kotor,
pegangan pintu dan sebagainya)secara pelan-pelan samapai ketakutan dan
kecemasan hilang atau tidak ada lagi.
Diagnosa
sistem pakar
Sistem pakar menirukan
perilaku seorang pakar dalam menangani suatu persoalan. Sebagai contoh kasus,
seorang pasien mendatangi dokter untuk memeriksa badannya yang mengalami
gangguan kesehatan, maka dokter atau pakar kesehatan akan memeriksa dan
melakukan diagnosa. Bila dokter sibuk, pelaksana diagnosa digantikan oleh
sebuah sistem pakar, maka sistem pakar diharapkan untuk membantu memahami dan
menganalisa keadaan pasien yang datang dan menemukan penyakit yang diderita
pasien itu. Sistem pakar juga diharapkan menghasilkan dugaan atau hasil
diagnosa yang sama dnegan diagnosa yang dilakukan oleh seorang ahli.
Proses diagnosa
penyakit dapat disebut sebagai proses mengenali penyakit berdasar
gejala-gejalanya. Dengan penggunaan teknik-teknik kecerdasan buatan,
kemampuan-kemampuan yang menunjukan kecerdasan tersebut dimiliki sebuah sistem
pakar. Kemampuan-kemampuan ini membuat sebuah sistem pakar mampu meniru
perilaku seorang pakar dalam menghadapu masalah dibidang tertentu, sehingga
dapat membantu manusia memecahkan persoalan-persoalan yang sebelumnya hanya dapat
diselesaikan oleh seorang pakar. Sistem yang dibuat bukan berarti menggantikan peran psikolog
tetapi hanya sebagai bahan pengetahuan masyarakat terhadap permasalahan yang
berhubungan dengan OCD.
Rancangan sistem pakar untuk mendiagnosa OCD |
Refrensi :
Ma’arif, M.Syamsul, Tanjung Hendri.
(2003). Manajemen operasi.
Jakarta:Grasindo
Kusrini.
(2006). Sistem pakar : Teori dan aplikasi . Yogyakarta : Andi Offset.
Juanda, H.A. (2006). TORCH, akibat dan solusinya. Solo: PT.
Wangsa Jatra Lestari
Supratiknya, A. (___). Mengenal prilaku
abnormal. http://books.google.co.id
Fausiah, F & Widury, J. 2007. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa.
Jakarta: UI-Press.
Tomb, David A. (2000).
Psikiatri. Edisi 6. Jakarta: Penerbit
buku kedokteran EGC
Pinzon, R. (2006). Tatalaksana Farmakologis.
Gangguan Spektrum Autistik: Telaah Pustaka
Kini
. Dexa Media. Jurnal Kedokteran dan Farmasi, No.4, vol.19,ISSN 0215-7551, hal. 169-172.
Mahajudin. 1995.Gangguan Obsesif-Kompulsif.
TinjauanGejala dan Psikodinamika. Jurnal Anima, vol X, No.40, hal.44-71
Davidson, Gerald C., Neale, John M., & Kring,
Ann M.(2010). Psikologi abnormal. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Edisi 9
Kaplan, Harold I. & Sadock, Benjamin J. (1997). Sinopsis Pskiatri. Edisi 7. Jakarta:
Binarupa Aksara.
No comments:
Post a Comment